Stadion Attaturk. Istanbul. 2005.
Jutaan pasang mata tertuju pada sebuah laga hidup mati antara dua klub beda kasta di turnamen sepakbola paling bergengsi di ranah eropa: UEFA Champions League. AC Milan, klub elite Italia milik konglomerat media sekaligus mantan perdana menteri Italia, Silvio Berlusconi, bersua dengan ‘raksasa tidur’ dari tanah Britania Raya, Liverpool FC. Laga final yang tak biasa. Laga final yang penuh drama. Laga final sepakbola yang akan selalu dikenang seluruh dunia.
Perbedaan kasta itu tampak sejak wasit memulai pertandingan. Andriy Shevchenko mengejutkan The Anfield Gang dengan gol cepatnya di menit pertama. Disusul Hernan Crespo yang memborong dua golnya bersarang di gawang Jerzy Dudek. Skor 3-0 menutup babak pertama untuk kemenangan AC Milan. Selisih angka yang cukup menjelaskan betapa digdayanya raksasa italia itu atas lawannya. Gelar ketujuh pun hanya tinggal menunggu waktu untuk diboyong ke San Siro.
Namun, langit Istanbul tampak berkata lain.
Skor mencolok 3-0 tampaknya membuat Milan jumawa. Lupa bahwa bola itu bulat. Lupa bahwa sepakbola itu tentang 90 menit. Mereka tidak cukup menyadari bahwa malam itu dengan tak henti-hentinya Liverpudlians (fans fanatik Liverpool) mendengungkan koor yang membahana stadion dan membuat siapapun merinding mendengarnya : You’ll Never Walk Alone. Tak pernah putus arang, sepanjang laga mereka terus bernyanyi, dan terus bernyanyi mendukung tim. Senjata pamungkasmaha dahsyat untuk membunuh Rossoneri.
Milan tampaknya tidak begitu peduli, siapa yang ada dibalik bench taktik sepakbola Liverpool FC saat itu. Rafael Benitez, pria spanyol kemarin sore yang baru berhasil membawa klub Valencia CF menjuarai Piala UEFA. Tak ada yang spesial dalam cacatan karirnya. Dia hanya tercatat pernah menukangi Real Madrid B. Tapi, sentuhan magisnya malam itu bahkan membuat seorang Carlo Ancelotti harus mengurungkan niatnya memeluk trofi Liga Champions untuk ketujuh kalinya.
Sebuah sentuhan magis yang membuat kiper Milan, Dida, memungut bola tiga kali dari gawangnya sendiri hanya dalam jangka waktu 6 menit. Hanya butuh waktu 360 detik untuk merontokkan mental juara AC Milan. Sempurna!
Namun, sosok sebenarnya dari drama Casablanca sepakbola ini adalah seorang pria inggris yang malam itu menyandang ban kapten Liverpool : Steven Gerrard.
Suami Alex Curran itu adalah seorang kapten tim yag luar biasa. Pejuang mimpi yang ulung. Butuh 'sentuhan' khusus untuknya agar rekan setimnya yakin dan bisa mengalahkan siapa saja, bahkan raksasa seperti AC Milan sekalipun. Tandukan kepalanya yang membuat bola meluncur bebas di sudut kanan Dida. Gol. Gol yang membakar semangat rekan-rekannya. Gol yang akhirnya membuka kran gol Vladmir Smicer dan Xabi Alonso. Mereka berjuang hingga akhir. Memasuki extra time. Sampai memasuki babak tos-tosan adu penalti yang akhirnya menjadi milik sang kiper merseyside, Jerzy Dudek..... (bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar